Kajian vol.6 Pendahuluan
A philosophy of Education
III (sampai page 13)
Metode pendidikan Charlotte Mason (CM) ini :
1. Efektif bagi anak yang cerdas, yang biasa saja ataupun cacat.
2. Metode ini butuh waktu belajar lebih singkat dg jumlah mata pelajaran sama.
3. Tanpa PR, remedi, tugas tambahan tugas, SKS sebelum ujian, atau ujian susulan
4. Lebih banyak waktu luang untuk minat, hobi dan asah bakat.
5. Tugas membaca pagi, siangnya bebas bisa untuk nature study, menggambar, prakarya dan lainnya.
6. Hasilnya intelektual siswa berkualitas
Budi seorang anak anak menerima atau menolak pengetahuan baru tergantung pada kebutuhannya.
Budi itu sifatnya spiritual, seperti halnya jasmani, Budi butuh asupan bernutrisi untuk terus tumbuh dan semakin kuat.
Tetapi tak bisa diukur (apalagi dipamerkan).
Secara kodrat budi anak2 sudah memiliki rasa lapar akan pengetahuan yang memantik akal maupun budi.
Begitu juga kemampuan untuk mencerna ide-ide yang dengan sendirinya akan terserap pada budinya. Semua yang diserap budi anak akan mempengaruhi karakternya.
Mahzab para filsuf Skonlandia menjelaskan ini dg doktrin hasrat-hasrat.
Hasrat-hasrat akan mendorong budi untuk mencari kebutuhan nutrisinya. Dan hasrat akan pengetahuan (curiosity) adalah sarana utama pendidikan.
Curiosity ini bisa dilumpuhkan ataupun dilemahkan jika hasrat lain dibiarkan menganggu relasi anak dengan pengetahuan.
Rangking bisa memicu kompetisi,
Penghargaan bisa memicu sifat rakus,
Hadiah bisa memicu ambisi,
Pujian memicu kesombongan.
Tanpa disadari, sistem pendidikan konvensional justru menjadikan nilai, hadiah dan sejenisnya sebagai pendukung.
Hal2 tsb justru malah perlahan melemahkan bahkan melenyapkan "rasa lapar dan dahaga" anak akan pengetahuan.
Dimana hasrat curiosity ini adalah modal sadar agar anak cinta belajar.
Pertanyaan berikutnya, apakah rasa ingin tahu itu mengenal kata Cukup?
Menurut CM seluruh isi dunia ini tak akan cukup untuk memenuhi rasa lapar pengetahuan anak-anak.
Kecuali anak-anak mengalami busung lapar spritual dan apatis.
Pertanyaan CM berikutnya apa hakikat pengetahuan?
Jawaban ini belum terjawab.
Tapi, hal penting untuk kita ketahui :
Pengetahuan yang benar2 dimiliki seseorang, hanya bisa didapat ketika budi nya secara aktif mencerna.
Hasrat belajar alami anak jangan pernah dibatasi secara artifisial. Pembatasan pada kurikulum hanya terkait dengan usia anak selesai sekolah. Setara usia 14-15 tahun. Tanpa memandang kelas sosial.
Belajar adalah kerja spiritual dari jiwa.
Hal-hal yang berasal dari budi (spiritual) itulah yang membuat budi tertarik.
Sebuah pemikiran akan melahirkan pemikiran berikutnya, dengan cara itulah pribadi manusia menjadi cendekia.
Dalam metode pendidikan essensial ini : anak2 harus membaca buku2 berkualitas tinggi sebanyak mungkin.
kita pendidik berkewajiban mempertemukan anak-anak dengan budi-budi agung,
agar mereka bisa menyerap ide-ide besarnya.
Agar mereka bisa berdiskusi langsung tokoh2 yang telah meninggalkan mahakarya itu.
Tetapi bukankah banyak perpustakaan dan anak-anak bisa membaca sendiri?
Tidak, CM mengatakan bahwa anak-anak harus membaca secara aktif (tidak asal2an) untuk bisa memahami dan menjadikan pengetahuan itu miliknya. Sehingga ia bisa tumbuh menjadi lebih cendekia.
Dan bukankan buku sastrawi terlalu berat untuk anak2 kelas bawah?
Cm mengatakan secara alamiah, kita menikmati kata-kata yang ditulis dengan menggugah, namun sistem pendidikan konvensional telah mematikan selera kita pada bahasa yang sastrawi.
Jadi apapun kelas sosialnya, budi anak tetap akan bisa mencerna kata-kata menggugah dari buku-buku sastrawi.
Solusi agar anak bisa memusatkan perhatian.
Hasil pengamatan panjang mengantarkan CM pada kesimpulan bahwa ada beberapa hukum terkait budi.
Ketika diri anak sudah selaras dengan hukum-hukum itu, maka daya perhatian anak akan bagus dan kuat sepanjang waktu, terlepas dari usia ataupun kelas sosialnya.
Pandangan saya pribadi :
Dalam pendidikan anak yang bervisi membentuk karakter insan kamil. Kita hanya perlu melakukan hal-hal esensial, dimana pilihan ini akan membuat kita lebih hemat tenaga, waktu dan pikiran.
Langkah awalnya adalah merawat hasrat ingin tahu anak, dilanjutkan dengan memaparkan anak pada buku-buku sastrawi dan Mahakarya yang memuat pemikiran para maestro.
Biarkan budi anak berdialog dengan mereka, biarkan budi anak mencerna sendiri, menyerapkan dan membuatnya memunculkan pemikiran otentiknya sebagai insan cendekia.
-Elsa Mur
Solo, 20 Juni 2025.
14.00 wib
0 Komentar