[Belajar Hidup Qonaah(minimalis)]: Cara Saya Menjadi Ibu Minimalis yang Tetap Adaptif saat harus berada diantara "Sosialita "




Hai teman-teman pembaca, kali ini saya ingin kembali berbagi pengalaman saya menerapkan prinsip hidup qonaah (merasa cukup) dengan jumlah barang minimal.

Pertama-tama, start with "strong why".

Apa landasan prinsipnya?

Kenapa saya memilih belajar hidup qonaah dan menjadi minimalis?

1. Karena meneladani Rasulullah dan para sahabat. Agar tak kelamaan dihisab kelak di akhirat. Dan agar mengurangi distraksi duniawi yang seringkali mengalihkan kita dari fokus persiapan akhirat dan mempersiapkan generasi penerus yang hebat dan kuat.

2. Agar bisa meningkatkan kualitas hidup di segala sisi. Lebih mudah untuk terkoneksi dengan Tuhan, orang-orang tersayang dan diri saya sendiri. Hidup pun jadi lebih indah, bermakna, mudah serta murah dan hemat. 

Dana hasil penghematan bisa kami alokasikan pada sesuatu yang lebih bermakna dan menguatkan bonding kami sekeluarga seperti travelling, dana darurat dan tabungan masa depan kami.

3. Lebih memudahkan kami untuk berbahagia sebagai keluarga nomaden. Terbiasa tiap 3 tahun pindah pulau, hidup dengan sedikit barang benar-benar mempermudah hidup kami.



Who: siapa saja yang merasakan dampak hidup qonaah (merasa cukup) dan minimalis ini?

Saya pribadi merasa, cara hidup seperti ini sangat berdampak pada keluarga kami.
Baik dalam hal kualitas bonding kami sekeluarga, rumah yang lebih menenangkan, nyaman serta damai.

Rumah benar-benar menjadi tempat kami pulang dan memulihkan energi.

Bayangkan rasanya saat pertama kali masuk kamar hotel yang baru dibersihkan.
Atau saat kita masuk ke sebuah rumah contoh dimana yang ada dalam rumah itu hanya barang-barang yang dibutuhkan. Tak ada tumpukan barang.

Tentu lebih lega kan rasanya saat buka pintu pertama kali?


Secara keuangan pun kami jadi lebih "lapang" karena banyak penghematan dalam pembelian barang.

Secara ruang di rumah pun, kami merasa lebih lega. Dan lebih bisa menikmati keindahan setiap barang yang ada dirumah.

Kami tidak menghabiskan banyak energi untuk memberi perhatian pada aneka barang. Dan juga tidak kerepotan menata dan merapikannya.

Where : Darimana langkah memulainya?

Dari diri sendiri.

 Ketika diri sendiri memulai, kemudian orang-orang disekitar kita mulai melihat dampaknya.
Seperti ketika jumlah baju saya sedikit, saya jadi tidak kelamaan memilih baju dan lemari pun jadi lebih lega.

 Suami dan anak-anak yang menyadari hal ini jadi mulai ingin ikutan menjadi minimalis juga.

Ketika saya memutuskan memakai baju seragam casual daily pribadi. Semua menjadi lebih ringkas dan semakin mudah.

Ketika belanja ke dept store, saya tinggal berjalan ke merk langganan, memilih model dan warna yang memang biasa selalu ada dan sudah saya tetapkan sebagai seragam pribadi saya. Ambil dan bayar. 

Saya tidak lagi mempermasalahkan harga, begitu barangnya ada, kalau memang sedang butuh, ya ambil.

Karena sudah sangat hemat dalam pembelanjaan lain, saat memilih sesuatu yang memang penting uang pun jadi lebih cukup.

Dengan begitu, waktu yang biasanya dipakai untuk memilih baju baik warna dan model, jadi lebih sedikit. 

Sisa waktu bisa dimanfaatkan untuk kegiatan yang lebih bermakna dan bermanfaat.

Lalu apakah ada yang komentar kenapa baju daily saya bentuk dan warnanya selalu itu-itu saja?

Sejauh ini tidak ada, kalaupun ada yang bosan dan terganggu, sebenarnya mudah saja, mereka tinggal memalingkan wajah pada pemandangan lain.

Saya lebih memilih kualitas hidup saya meningkat, daripada kerepotan dengan banyak baju. 

Menurut saya itu lebih membuat hidup saya naik level jadi lebih berkualitas dan lebih bermakna.

Apakah saya sendiri tidak bosan dengan baju yang itu-itu saja?

Sejauh ini tidak, karena saya punya aneka fokus dan target lain yang membuat hidup saya lebih hidup dan semakin hidup.

When ? 
Saya memulai belajar hidup qonaah dengan jumlah barang minimalis sejak tahun 2018.
Ketika itu saya baru lahiran anak ke 3 dan ART baru saja berhenti.

Saya dapat pencerahan dari sebuah postingan bahwa ternyata, untuk membuat rumah lebih mudah rapi dan teratur, kuncinya ada pada JUMLAH barang.
Bukan pada organizernya!.

Ketika jumlah barangnya sedikit maka rumah akan sangat mudah dirapikan dan dibuat teratur.

 Meskipun kita sedang menjadi IRT yang sedang punya 1 bayi, 2 balita dan tanpa bantuan suami ataupun ART. Semuanya benar-benar akan menjadi lebih mudah dan indah.

HOW?

Lalu bagaimana caranya?

Secara teknis tentu saja dengan mengurangi jumlah barang.

Hal yang saya lakukan pertama kali adalah mengamati. 
Sebenarnya dalam keseharian saya butuh berapa stek baju pergi casual, baju kerja, baju tidur dan baju pesta, serta baju casual yang agak rapi untuk sesekali jika harus bertemu "orang penting".

Setelah jumlahnya saya tentukan. Maka baju lainnya yang dirasa masih akan dipakai akan saya sisihkan di gudang.

 Ditunggu 3 bulan, kemudian dicek lagi apakah masih butuh. Biasanya saya akan terdorong untuk mengurangi yang rasanya saya "bisa hidup tanpanya".


Sisanya, bisa disimpan lagi dan coba dievaluasi lagi setelah 3 bulan ke depan.

Dengan begitu, kita tidak langsung menghilangkan barang-barang yabg tak berguna dan merasa akan tiba-tiba menyesal karena ternyata masih butuh barang tersebut.

Secara teknis saya saat ini punya :
- 4 stel baju casual yang dipakai sehari-hari. Dengan bentuk dan warna seragam sebagai personal Branding dan simplifikasi supaya tidak kelamaan padu padan setiap kali akan berangkat (mengurangi brain fatigue juga, "praktik baju seragam personal" ini sudah lama dilakukan orang sukses seperti Mark Zuckerberg dan lainnya).
- 4 stel baju kerja di rumah sebagai ibu profesional yang dipakai "7 to 7" (mulai dari suami berangkat jam 7 pagi hingga jam 7 malam).
Dengan model dan warna juga seragam. 

Dalam menjalani keseharian sebagai Ibu rumah tangga profesional saya selalu menggunakan stelan baju yang layak dipakai untuk bekerja. 

Berupa kemeja dan rok. Jadi saya sehari-hari berkegiatan dengan anak-anak vibes nya sebagai profesional, tidak pakai baju santai apalagi daster.
-4 stel baju tidur
-3 stel baju olahraga
-3 stel baju pesta (2 stelan batik, 1 stelan songket, 
- 4 gamis untuk umroh (1 warna putih sekalian untuk lebaran)
- 2 tas acara formal yang sekalian dipakai untuk pesta
-1 tas casual untuk pemakaian harian
-1 sepatu harian, 1 sepatu pesta, 1 sepatu formal, 1 sendal gunung, 1 sendal jepit, 1 sepatu olah raga.

Sedangkan baju-baju untuk dresscode acara organisasi yang biasanya bajunya aneka warna, biasanya saya beli menjelang acara, dan saya decluttering setelah acara selesai.

Sementara ada beberapa baju yang saya simpan di gudang sebagai stok, untuk jaga-jaga jika mendadak baju seragam saya kurang.

Mengamati kemudian menentukan batasan jumlah baju ini juga saya terapkan pada jumlah baju anak-anak, jumlah alat makan, alat masak, buku-buku, jumlah seprai, mainan anak, sepatu keluarga dan lainnya.

Saya punya patokan batasan bahwa barang kami hanya boleh berjumlah tidak lebih dari 15 kardus rokok "Gudang Garam" saat pindahan.

Untuk mengantisipasi kewalahan dengan barang saat kami mendadak ada memo pindah, saya menjadikan decluttering sebagai kebiasaan rutin setiap hari selama 5 menit di salah satu tempat di rumah. Bisa di lemari dapur, di lemari anak, atau gudang.

Dengan begitu jumlah barang di rumah selalu dalam kontrol kita, kita pun terhindar dari rasa "kewalahan".


Kurang lebih begitu cerita pengalaman saya jadi minimalis.

Jika teman-teman ada pertanyaan silahkan di kolom komentar atau dm ig🤗.

Semoga bermanfaat.


Elsa mur
Solo, 18 Juli 2025
3.30 WIB





Posting Komentar

0 Komentar