[Cerita Homeschooling] (21 Juli 2025) : Fokus menjaga dan merawat bonding, jangan terjebak aneka target.



Halo teman-teman pembaca, kenalkan lagi saya Elsa Mur, IRT yang selalu nomaden sekeluarga ke berbagai kota dan juga homeschooler dari 4 anak. Usia 11, 9, 6 dan 2 tahun (4 Smh). Kebetulan saat ini kami domisili di kota Solo (adakah yang di Solo juga?🤗).

Kali ini saya mau menuliskan tentang kondisi proses pengasuhan dan pendidikan Homeschooling di keluarga kami.

Alhamdulillah kabar proses homeschooling di keluarga kami masih ada di fase deschooling dulu.

Ga ada target apa2 selain "bundo waras" dan "jaga bonding" karena saya lagi rendah energi banget. 

Saya berhari2 cuma tidur 3 jam. 
Walau sudah mengusahakan tidur setidaknya 6 jam. Ternyata smh4 walau sudah 2 tahun dan semua ceklist tidur nyenyak sudah dilakukan, tetap bermasalah tidurnya.

Setiap jam 12 malam ke atas dia selalu gelisah tidak bisa tidur. Kadang menangis tidak jelas mau apa, kadang mengajak minta ini itu.

Badan saya jadi aneh rasanya, tambah lagi sehari kemaren Smh4 (2th) juga demam.

Saya belum sempat jurnaling, membuat refleksi, merapikan dan mencicil dokumentasi apalagi mengatur jadwal buat 3 anak HSUS. 

Padahal saya sangat visual. Kalau tidak tertulis rencana dan lain-lain, rasanya seeprti kacau.

Begitu juga aneka deadline, karena tidak dijurnalkan rasanya selalu menggantung di kepala. Walau sudah dicicil sedikit demi sedikit.

Singkat cerita, saya sangat terbantu karena nonton live nya mba Lala (Mira Julia) ketika mba ellen (Ellen Kristi) mengisi di APDEC 2025.

Saya dapat beberapa insight yang benar-benar menjadi penghibur hati.

Yaitu :
1. Kenapa ingin homeschooling : karena ingin memberikan pendidikan yang lebih berkualitas dibandingkan pendidikan yang disediakan oleh sistem. 

2. Sebagian besar ortu HS ada di level pendidikan s1 atau s2 atau jenjang SMA tetapi pernah mencoba jenjang kuliah.
(Jadi justru yang tidak ingin menggunakan sistem pendidikan yg sudah disediakan sistem itu rata-rata orang tua yang berpendidikan tinggi, bukan dari kalangan tidak terpelajar.)

3. Langkah Awal memulai Homeschooling : dimulai dari menyadari dan fokus pada niat ingin punya lebih banyak waktu dan kesempatan dalam membersamai anak-anak. 
Semakin banyak membersamai anak2, semakin kuat bonding.
Semakin kuat bonding, semakin kuat anak untuk menghadapi dunia. 

"Yang penting BONDING yg kuat sama anak2, itu modal penting anak bisa menjalani kehidupan sebagai pribadi yang kuat.”


Jadinya mau santai dulu "menikmati anak-anak apa adanya" (mengutip kata2 mba Lala🤗)


Terkait berjejaring bersama keluarga Homeschooling lainnya.

Saya sangat menikmati berjejaring dengan teman-teman homeschooling.

Berada di antara mereka saya merasa seperti ikan yg sedang ada di air.

Apa adanya, ga perlu mengada2 atau menutupi apapun. Walau baru pertama kali ketemu. Rata-rata begitu.


Menurut saya memang berbeda ketika saya sedang berada di lingkaran ibu-ibu lain, indikasinya saya sampai di rumah rasanya lelah sekali, banyak senyum tapi rasanya pegel🙈.

Mungkin itu juga yg dirasakan anak-anak.

Saya melihat, saat mereka sedang bersama anak-anak homeschooling mereka lebih cepat membaur akrab seperti sudah kenal lama. Saat bersama anak-anak non-homeschooling obrolan mereka seperti tidak nyambung.

Mereka justru nyaman dan menyambung mengobrol dengan orang lain lintas usia.

Melihat itu mendadak kekhawatiran saya tentang kemampuan sosialisasi mereka (yang kadang-kadang muncul)__lenyap.

Saya jadi sadar, saya saja sama orang yang beda frekuensi, agak butuh effort untuk beradaptasi dan bersosialisasi dengan nyaman.

Berarti wajar juga kalau mereka tidak terlalu mudah membaur dengan setiap anak yang ditemui.

Hal ini semakin jelas terlihat, saat minggu lalu.

Ebu Tika bersama Bii dan Mahi ke Solo dan main ke rumah kami.

Kali itu adalah pertemuan ke dua antara 4smh dengan Bii dan Mahi.
Pertemuan pertama, di rumah mba Ikanov (alumni CL juga) di sana anak-anak saya masih malu-malu kecuali smh3 yang memang lebih mudah bergaul dengan orang baru.

Tetapi saat bertemu di rumah, semua sudah cair saja. Smh1 yang canggung sama anak perempuan pun, udah santai saja ngobrol macam-macam sama Bii. Entah karena Bii anaknya santai dan cuek, atau karena memang sudah merasa nyaman dan kenal.

4 Smh main bareng, ngobrol bareng, lari-larian bersama, sejak zuhur sampai lewat ashar. Saat harus berpisah mereka keberatan.

Saya berkesimpulan selama ini Smh 1 dan Smh 2 terkesan enggan berteman karena belum merasa nyaman saja. Kalau mereka sudah nyaman, mereka akan membaur dengan baik.

Mungkin memang PR nya bagaimana membuat mereka cepat merasa nyaman dan cepat beradaptasi juga.

Tapi saya tidak terlalu menuntut mereka, karena saya sendiri baru paham “ilmu” cepat merasa nyaman dan beradaptasi dengan orang baru ini ketika saya sudah di usia dewasa.

Kembali lagi yang penting bonding anak-anak kuat sebagai modal dasar, agar mereka nyaman dengan dirinya. 

Sehingga mereka tidak menggantungkan kebahagiaannya pada teman atau orang lain. 

Tetapi mereka bergantung pada adanya rasa aman dan nyaman yang bersumber dari tempat yang seharusnya yaitu ibu dan ayahnya.

Jadi mereka tidak terjerat “Peer Orientation”.
Yaitu ketika anak berjuang atau ikut2an melakukan sesuatu seperti merokok, mengumpat, (melakukan sesuatu yang negatif dan melawan nuraninya) demi bisa diterima oleh teman-temannya.

Saya mengamati, ketika anak-anak yang merasa aman dan nyaman dengan orang tuanya (bondingnya bagus), ketika ada teman yang mengajaknya merokok.

Dia bisa bertanya balik, “kenapa harus merokok? Menurut saya merokok itu tidak baik.”

Anak tersebut akan sampai pada keyakinan diri bahwa jika kamu tidak mau berteman dengan saya karena saya tidak mau mengikutimu merokok, ya tidak apa-apa.
Ada ayah ibu saya yang selalu menerima saya apa adanya.

Ada Allah yang selalu menyayangi saya apa adanya.
Dan saya yakin Allah akan selalu kirimkan saya teman seperti yang saya butuhkan.
Kalau kamu tidak mau berteman karena saya tidak mau merokok, ya tidak ada masalah.”

Sebaliknya, apa yang akan terjadi jika bonding anak dengan orang tua rusak?

Anak akan merasa tidak berharga, tidak diterima. Yang ia tahu, untuk bisa diterima dan disukai ia harus melakukan apa yang orang lain minta.

Bayangkan jika ia ingin diterima oleh teman-teman pergaulan yang buruk?

Dan menariknya, ketika bonding dengan orang tua rusak, biasanya bonding dengan Allah sebagai Tuhannya pun rusak.
Walau memang ada beberapa kondisi anak yang tetap kuat walau bondingnya rusak.

Jadi tolong buat para ibu terutama, baik homeschooling atau tidak. 
Tetap luangkan waktu untuk hadir utuh sadar penuh bersama anak-anak. Sekedar 15 atau bahkan 5 menit per hari.

Sekedar menemaninya makan dan menatapnya tanpa maksud apapun dan tanpa memikirkan hal lain pun, sudah cukup membuat anak merasa diperhatikan dan dipedulikan oleh sumber cintanya yaitu ibu.
 (tentu HP simpan dulu di laci ya bu, jangan nemenin anak sambil scrolling).

Baiklah, Kembali ke cerita Homeschooling kami.

Ya begitulah, makin banyak hari yg saya jalani dengan mengamati anak2. Semakin kuat empati saya pada mereka. Semakin banyak saya belajar dan bertumbuh.

Ya..walau masih ada aja moment2 mereka yg bikin emosi saya jadi nano2.

Si sulung yang selalu sibuk dengan monkey mind nya. Dan sampai saat ini masih sangat bangga dengan pencapaiannya bisa pertama kali mencoba menyetir langsung menanjak dengan mulus. Dia semakin senang saat tahu salah satu oom nya ternyata dulu saat kelas 3 SD juga melakukan hal serupa.

Si anak kedua yang selalu mengganggu adiknya si nomor 3. Menganggunya sudah sampai di level membuat adiknya jengah dan tertekan seharian selalu di ganggu. 

Kalau ngomong dipojokin, kalau lagi sibuk fokus rambutnya dijambak. Saya merasa ini mulai seperti bullying. 

Sampai saat ini saya masih di tahap mengamati, mencoba menghadapinya dg mindful dan berusaha menjaga tangki cintanya tetap terisi dengan baik.

Sejauh ini hasil usaha saya dan suami untuk lebih perhatian padanya sudah terlihat ada perubahan sedikit.

Sudah mau main bareng lagi sama adiknya, sesekali mengobrol santai. Walau memang masih saja beberapa kali ada mengganggu.

Si anak ketiga yang masih sangat butuh perhatian dan ingin selalu “main sama bundo”.
Saya mengamati, tangki cintanya seperti sedang bocor.
Mungkin juga saya yang kurang hadir utuh sadar penuh saat membersamainya.
Makannya susah, minum air putih sering lupa, mandi minta dimandikan, makan pun minta disuapi. Tantangannya saya benar-benar harus hadir utuh sadar penuh saat membersamainya. 

Sedangkan smh 4, sekarang sudah semakin mandiri, tetapi memang setiap beberapa menit harus mendekat ke saya untuk mengisi energi emosionalnya. Dia sudah biasa main sendiri dengan bebas, asalkan saya berada dalam jangkauan kelihatan olehnya.
Tidur malamnya yang bermasalah benar-benar menyedot banyak energi saya.

Sekian update cerita Homeschooling kami yang masih jauh dari sempurna, tapi insyaallah dalam prosesnya saya semakin paham pada apa makna inti dari pengasuhan itu sendiri.

Semoga teman-teman pembaca juga Allah selalu mudahkan dan selalu beri petunjuk akan apapun permasalah pengasuhan yang dihadapi.

Tetap Rileks dan Optimis! 

Elsa Mur
Solo, 22 Juli 2025
04.52 WIB.







Posting Komentar

0 Komentar