TTM KLIP : Cara Adat Minangkabau Melindungi Dan Menghargai Perempuan

 


Perempuan adalah sebuah topik yang tak akan pernah habis untuk dibicarakan. Perubahan zaman yang demikian cepat, membuat berbagai sendi-sendi kehidupan perempuan juga mengalami perubahan. Mulai  dari perubahan nilai-nilai yang dianut dan dipegang para perempuan, perubahan juga tentu menjadi tak luput dari perubahan terhadap cara masyarakat melindungi dan menghargai perempuan.

Dalam hal ini saya sebagai urang Minangkabau ingin sedikit membahas bagaimana adat istiadat di ranah Minang melindungi kaum perempuannya. Serta perubahan apa saja yang terjadi seiring tergerusnya berbagai nilai-nilai adat oleh zaman. 

Pada masyarakat Minangkabau, perempuan memiliki peran yang istimewa dan agak berbeda dengan daerah lainnya. Sistem kekerabatannya mengikuti garis keturunan ibu atau disebut juga matrilineal.

 Sistem ini memberikan hak istimewa pada kaum perempuan untuk menguasai beberapa hal dalam kehidupan adat istiadat. Penarikan keturunan dari garis ibu dan berbagai hak istimewa untuk para perempuan yang melandasi sistem adat matrilinieal, secara langsung berpengaruh pada cara masyarakat adat Minangkabau melindungi dan menghargai kaum perempuan. Hal ini menjadi keunikan dan keistimewaan tersendiri bagi adat Minangkabau jika dilihat dari masyarakat adat lainnya.


 Berikut cara adat Minangkabau melindungi dan menghargai kaum perempuan:


1. Dalam kehidupan bermasyarakat

    Perempuan dalam adat Minangkabau, sangat dihargai dengan baik. Beberapa kalangan menilai hal ini merupakan wujud feminisme timur. Menurut saya pribadi, ini bukanlah feminisme, dimana dalam feminis menganggap laki-laki dan perempuan harus setara dan serba sama haknya. 

    Tetapi ini adalah cara masyarakat Minangkabau menerapkan ajaran islam yang memuliakan  perempuan seperti yang diajarkan Islam sendiri. Dalam  Islam perempuan dimuliakan, urusannya bukanlah hanya sekedar dapur sumur dan kasur tapi sebagai tiang peradaban. Begitu pula dalam adat Minangkabau, posisi laki-laki dan perempuan dalam adat Minangkabau diberikan sesuai porsinya masing-masing. Perempuan tidak direndahkan, tapi posisinya juga tidak boleh ditinggikan apalagi sampai menginjak laki-laki. Perempuan boleh ikut berperan tapi bukan berarti bisa menggantikan posisi laki-laki sebagai imam. 

    Hal ini terlihat, dalam urusan bermasyarakat, kaum perempuan diperbolehkan untuk ikut bermusyawarah dan mengambil peran, baik dalam pengambilan keputusan, bahkan bisa menduduki jabatan publik. Tetapi walaupun demikian, ada posisi "imam" yang menjadi penuntun kepemimpinan yaitu tiga posisi yang tidak boleh ditempati perempuan, yaitu Manti (pemimpin adat), Malin (pemimpin agama), dan Dubalang (pemimpin keamanan suku).

    Dalam sukunya perempuan berperan dalam menentukan keputusan-keputusan yang dibuat oleh kaum laki-laki yang berposisi sebagai mamak (paman dari pihak ibu) dan penghulu (kepala suku). Hal ini mencerminkan filosofi sholat berjamaah dalam Islam, bahwa walau bagaimanapun penghargaan pada perempuan, yang menempati posisi imam tetaplah kaum laki-laki.

    Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah (adat berdasarkan pada syariat, syariat berdasarkan kitabullah yaitu Quran dan Hadits) menjadi dasar setiap komponen kehidupan di ranah Minangkabau. Hal menjadi dasar juga penentuan dalam sistem adat Minangkabau. Perempuan dimuliakan tapi bukan berarti bisa menjadi pemimpin utama.


2. Dalam kehidupan berkeluarga 

    Dalam kehidupan berkeluarga perempuan diposisikan sebagai manajer bukan hanya sekedar menuruti suami dengan posisi lebih rendah. Hal ini membuat posisi tetap dihargai dan terlindungi.

 Di Minangkabau lelaki yang menikahi seorang perempuan akan tinggal dan hidup di rumah keluarga wanita, yang tentu akan mengurangi kemungkinan perempuan mengalami intimidasi. Sekalipun seorang perempuan dibawa keluar dari rumah keluarganya untuk hidup mandiri, keluarga besar baik mamak (paman dari pihak ibu) dan saudara laki-lakinya akan tetap memantau dan menjaganya dari jauh. 

     Dalam pengalaman saya pribadi, saya adalah seorang perempuan Minang yang ikut suami merantau jauh dari ranah Minang. Dulu dalam proses sebelum pernikahan kami, keluarga saya terlebih dahulu berkunjung ke Pekalongan(tempat suami saya berasal) untuk melihat dan menemui keluarga suami.

     Walau hanya diwakilkan oleh ayah dan ibu saya, tapi setidaknya keluarga saya tahu secara garis besar seperti apa keluarga suami. Saat resepsi pun keluarga saya datang dari Padang ke Pekalongan disertai salah satu mamak saya. ada yang menyebut, kalau menikahi perempuan Minang haru menjaga perilaku dengan baik, karena jika sesuatu yang buruk meningpa seorang perempuan Minang karena suaminya, tak hanya ayah atau saudara laki-lakinya saja yang akan membela, tetapi juga satu keluarga besar bahkan satu sukunya.

    Budaya perlindungan dari mamak pada kemenakan-kemenakannya di keluarga besar saya masih terasa kental, walau di beberapa keluarga lain hal ini mulai memudar. Jaman sekarang, sebagian besar mamak sudah banyak yang hanya fokus pada keluarganya dan mulai lupa pada tanggung jawabnya terhadap kemenakannya. Hal ini sudah mulai semakin meninggalkan pepatah Minang "anak digendong,kamanakan dibimbiang". Kesibukan para mamak mengejar karir, nafkah dan melunturnya budaya minang telah membuat hanya anak yang digendong (malah kadang hanya dibimbing sambil sibuk main gawai.hehe) sedang kemenakan dibiarkan saja hanya sesekali dilihat dari kejauhan.

    Saya bersyukur saya masih memiliki mamak-mamak (baik saudara kandung ibu ataupun sepupu ibu saya) yang masih selalu melindungi saya sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Sayapun sebagai kemenakan selalu berusaha untuk selalu menghargai beliau semua sesuai dengan keadaan kami yang terpisah jarak ranah rantau. Mereka masih sesekali menelepon atau saya yang berusaha rutin menelepon sekedar bertanya kabar apakah beliau semua dalam keadaan sehat dan berharap dalam waktu dekat kami akan berjumpa lagi. 

        Namun demikian, dalam adat Minangkabau, perempuan diajarkan untuk sangat menghargai dan menghormati laki-laki.  Baik itu kakek, ayah, mamak (paman), uda/uwan (kakak laki-laki) adik laki-laki. Begitu juga niniak mamak, alim ulama dan cadiak pandai. Dalam kehidupan keluarga saya, kami benar-benar dididik untuk melayani laki-laki dengan baik. Setiap orang laki-laki yang ada di rumah tidak boleh sampai mengambil nasi ke dapur sendiri, harus dihidangkan. Tugas anak perempuan di rumah adalah untuk melayani semua kebutuhan orang laki-laki. Tapi sebaliknya saat di luar rumah,anak laki-laki berkewajiban untuk melindungi semua perempuan baik keluarganya bahkan perempuan lainnya. Pola asuh seperti ini menumbuhkan karakter anak laki-laki yang tinggi tanggung jawabnya terhadap perempuan. Anak laki-laki tak hanya terbiasa bertanggung jawab terhadap kerabat perempuannya tapi juga terhadap teman,bahkan perempuan lainnya. 

Saya ingat hal inilah_tingginya tanggung jawab laki-laki Minang terhadap perempuan_ yang membuat salah seorang sahabat saya bersikeras ingin mendapatkan suami urang Minang.


3. Dalam Berpenampilan

 Adat Minang kabau mengajarkan perempuan Minang untuk memakai baju kurung, baju yang melindungi bentuk tubuh wanita dari pandangan mata. Saat bentuk tubuhnya terjaga, kemungkinan perempuan mengalami tindakan yang tidak sopan tentu akan lebih bisa diminimalisir.

    Jaman dulu, jika ada gadih atau perempuan minnag yang berpakaian memperlihatkan bentuk tubuhnya, akan menjadi aib bagi mamak dan keluarga besarnya. Mamak akan dianggap tak becus mendidik kemenakan. Berbeda dengan jaman sekarang, saat mamak menegur malah akan dicemooh sebagai kolot oleh kemenakannya. 


4. Dalam Proses Pengasuhan

    Di ranah Minang anak laki-laki, sejak kecil diajari untuk menghargai dan melindungi perempuan. Jika ada didekat laki-laki, kaum perempuan akan dibantu melakukan pekerjaan berat. Menurut saya ini poin istimewa anak laki-laki yang tumbuh di ranah minang.

    Perlindungan dan tanggung jawab terhadap perempuan sangat tinggi. Laki-laki yang masih kental adat Minangnya, akan terbiasa melindungi dan bertanggung jawab terhadap perempuan baik itu ibu, saudara perempuan, anggota keluarganya yang perempuan, bahkan teman perempuan (bukan pacar maksudnya).

    Misalkan saat berinteraksi dengan teman-teman perempuan di sekolah. Anak laki-laki yang terdidik dengan adat Minangkabau akan terbiasa mengutamakan perlindungan dan menjaga anak perempuan.

    Dulu saya sendiri baru menyadari saat seorang teman saya menyatakan alasannya bersikeras hhanya ingin mencari suami dari orang Minangkabau yaitu: paling tinggi tanggung jawabnya terhadap wanita. Keistimewaan lelaki yang tumbuh dalam pengasuhan Minang adalah tanggung jawabnya yang tinggi terhadap perempuan. Pengasuhan Minangkabau membuat sebagian besar lelaki Minang terbiasa melindungi perempuan. 

    Saya ingat dulu, saat masih di Bogor. Salah seorang teman perempuan saya yang datang dari Padang karena ada pelatihan dinas di Jakarta, ia dan teman-temannya meminta saya menemani mereka jalan-jalan di Jakarta dan berbelanja di tanah abang.

       Mereka ada 5 orang, 3 perempuan dan 2 laki-laki. Tempat pelatihannya sebenarnya dekat dengan tanah abang, tapi mereka bersikeras mau menjemput saya ke Bogor. Bersama-sama berbelanja di Tanah Abang dan kemudian jalan-jalan sebentar.

    Awalnya saya berniat akan pulang sendiri ke bogor dan berpisah di stasiun terdekat dengan tempat pelatihan mereka. Karena itu akan lebih praktis untuk kami semua.

    Walaupun saat itu masih jam 5 sore, tetapi teman-teman yang laki-laki bersikeras bahwa mereka semua harus  tetap ikut naik KRL ke Bogor mengantarkan saya. Setelah memastikan saya berjalan ke kosan dengan selamat, baru mereka pulang ke tempat pelatihan. Begitulah, setelah merantau saya baru menyadari hal tersebut. Sebelumnya saya menganggap hal itu memang lumrah, tapi saat dirantau ternyata tak semua laki-laki seperti itu.

    Selama saya di Padang dan berinteraksi dengan anak laki-laki berlatar pengasuhan orang tua Minangkabau. Hal ini memang tidak terlalu terasa. Baru terasa perbedaannya saat sudah merantau. Di rantau saya amati, sebagian besar perlindungan teman laki-laki biasanya hanya untuk pacarnya (itupun kalau sudah putus ya bubar hehe), kalau melindungi teman perempuan biasanya tidak terlalu alias ala kadarnya.

    Hal ini sangat terasa saat mudik ke Padang, saya merasakan hawa perlindungan yang sangat kental dari saudara-saudara laki-laki saya. Baik itu adik laki-laki saya sendiri, maupun adik-adik sepupu yang laki-laki. Berada diantara mereka membuat pekerjaan apapun menjadi ringan. Mereka akan bersegera membantu jika terlihat saya sedang mengerjakan pekerjaan berat. Oiya, di dalam keluarga saya (entah dengan keluarga Mimang yang lainnya), perempuan tidak boleh menyetir jika di dalam mobil itu ada laki-laki yang bisa menyetir, kecuali dalam kondisi yang sangat darurat.

        Semua hal itu tak lepas dari kebiasaan para ibu dalam mengasuh para anak laki-lakinya. Para anak laki-laki selalu di-sounding selalu menjaga dan melindungi anak perempuan. Ketangguhan anak lelaki berada pada kekukuhannya dalam melindungi anak perempuan. Tapi sebaliknya dalam pengasuhan anak perempuan pun dididik untuk selalu menghormati dan menghargai saudara laki-lakinya baik itu kakak ataupun adiknya. Anak laki-laki sebagai pelindung, anak perempuan sebagai pelayan di rumah yang memenuhi semua kebutuhan anak laki-laki seperti dihidangkan makan, dibuatkan minuman sebagai wujud penghargaan dan penghormatan.

    Sangat berkesan perlindungan terhadap perempuan dalam adat Minang yang saya rasakan. Semoga urang Minang dimana saja berada, baik yang di rantau maupun yang berada di ranah Minang, tetap berusaha melestarikan budaya yang sangat melindungi dan menghargai kaum perempuan. Semoga kita sebagai para ibu juga terus bisa melanjutkan pola asuh yang menekankan pentingnya perlindungan oleh anak laki-laki terhadap anak perempuan, serta yang tak kalah pentingnya pola asuh yang yang menekankan pentingnya penghormatan perempuan terhadap laki-laki sebagai imam (pemimpin) dan sebagai qowwamnya (pelindung).




Posting Komentar

16 Komentar

  1. Alangkah bahagianya perempuan di Minang , dihargai dan dilindungi. Semoga semakin banyak yang melindungi dan menghargai perempuan. Terimakasih Mba Elsa, tulisan ini sangat menginspirasi.

    BalasHapus
  2. Mau nangis bacanya, luar biasa ya. Jadi mikir dulu kebiasaan nenek moyang di Jawa menikah dengan banyak perempuan, mereka pasti punya selir-selir. Kalau di Minang nggak ya...?
    Trus sama lelaki Minang nggak boleh ge er ya, bisa jadi kebaikannya karena merasa harus melindungi itu tadi

    BalasHapus
  3. Baru tahu soal adat Minangkabau yang sangat merhargai perempuan ini 😄 MasyaAllah...

    BalasHapus
  4. Masyaa Allah.. pengen dapat perlindungan seperti yang didapatkan perempuan minang.. 😍

    BalasHapus
  5. Adat matrilineal tapi tetap berimbang, tidak menindas lelaki. Senang bacanya. Mudah-mudahan adat yang bagus ini tetap terjaga ya mbak.

    BalasHapus
  6. Baru tau ni soal ini, makasih mbak sharingnya nambah wawasan hihi

    BalasHapus
  7. Wah sama-sama urang awak kita, uni. Tapi saya baru tahu beberapa adat itu. Dulu waktu saya masih di sana menurut saya adatnya kuno sekali. Tapi sekarang bikin kangen pulang ke sana. Tulisan yang bagus sekali. ❤

    BalasHapus
  8. MasyaAllah adat minang memukau ya, perlindunganya terhadap perempuan sungguh terasa. Trenyuh waktu baca keluarga besar mengunjungi pekalongan memastikan calon yang akan meminang. Benar-benar merasa diistimewakan. Tak mau sembarangan melepas anak gadisnya.

    BalasHapus
  9. Masyaallah sungguh sangat baik sekali adat minang dalam menghargai perempuan...terimksasih sharingny jd tau adat minang

    BalasHapus
  10. aku baru tahu soal ini, bagus banget jadi menambah wawasan

    BalasHapus
  11. Wah dapat insight baru nih tentang wanita minangkabau. Terima kasih, Mba!

    BalasHapus
  12. Saya tinggal di daerah yang mayoritas orang Minang, dan sepertinya orang Minang banyak tersebar di seluruh Indonesia ya mba, tetapi tidak meninggalkan adat istiadat mereka. Kereeen.

    BalasHapus
  13. Saya pernah dengar tentang adat berumah tangga suku Minangkabau, suami harus tinggal di rumah keluarga istri. Mirip adat Madura gitu, ga sih?

    BalasHapus
  14. wah keren ya cara orang Minang menghargai perempuan . Salut lah.... selama ini saya melihat perempuan Minang sangat dominan... mungkin karena garis matrilineal itu ya.... jadi dominan kerja berat juga... namun ternyata dilindungi dan dibantu oleh kaum laki-lakinya

    BalasHapus
  15. Suka sekali dengan artikelnya, jadi tahu cara masyarakat Minangkabau yang memuliakan perempuan

    BalasHapus
  16. Masya allah.. keren ya mbak. Aki jujur baru tahu tentang budaya minangkabau dalam memuliakan perempuan.
    .
    Istimewa ya mbk. Senang kali y mbk

    BalasHapus