Narasi CYB bab 4.
"Rumuskan Filosofi Keluarga"
Setelah kita mampu respek pada anak sebagai pribadi utuh, selanjutnya kita diajak CM untuk berpikir lebih dalam tentang pendidikan.
Ada 3 pertanyaan penting yang harus dijawab oleh orang tua yang ingin bertanggung jawab penuh atas pendidikan anaknya.
1. Mengapa anak perlu belajar?
2. Apa yang perlu dipelajari anak?
3. Bagaimana seharusnya mereka mempelajari itu.
Ketiga pertanyaan ini akan membuat kita mampu menentukan arah pendidikan anak.
Ketiga pertanyaan tersebut harus dijawab secara urut. Mengapa, Apa, dan Bagaimana.
"Mengapa"
Berkaitan dengan visi kita tentang pendidikan. Ide apa yang kita harapkan untuk menjadi hasil akhirnya.
Kita diharapkan untuk tetap menjaga visi tentang anak secara utuh, seimbang dan tidak hanya terfokus pada salah satu aspek (misalnya akademis saja).
Mengirim dan membayari anak sekolah akan lebih mudah dibandingkan menjawab pertanyaan "mengapa anak saya kirim ke sekolah?"
Untuk menjawabnya kita harus berpikir dg tenang, mengesampingkan segala asumsi yg selama ini terbentuk semenjak kita kecil. Dan menguji lagi apakah semua asumsi itu sesuai dengan kebenaran.
Pemahaman kita pada pendidikan akan mempengaruhi praktik nyata.
Pemahaman yang jelas akan membuat pendirian kita kuat.
Ketika kita tidak paham, maka kita akan mudah terombang ambing menjadi pangsa pasar industri pendidikan.
Kita akan mudah terpukau oleh aneka janji manis pemasaran bahwa mereka akan membuat anak kita pintar ini itu.
Tanpa Visi yang jelas kita akan terombang ambing bingung memilih atau mengambil semua promosi dari marketing industri pendidikan. Sementara anak kita, sebagai objek, hanya bisa pasrah saat nasibnya dijadikan taruhannya.
Semua itu mungkin memang kita lakukan atas nama cinta kepada anak.
Kita melakukannya karena menginginkan yang terbaik untuk anak.
Tapi CM mengingatkan kita lagi. Jangan hanya sekadar cinta buta. Tambahkanlah dengan berpikir.
Sebagai orang tua, walau sangat cinta pada anak, kita tidak boleh memasrahkan semuanya pada pihak luar.
Ini adalah anak kita, kita yang harus memikirkan jawaban 3 pertanyaan dasar pendidikan di atas.
Bukan sekedar menyerahkan dan membayar pihak pemerintah sekolah, dan guru kemudian kita terima jadi.
Menurut CM perkara pendidikan ini harus dipikirkan oleh orang tua agar orang tua memiliki opini sendiri. Hasil pertimbangan seksama tentang materi belajar dan metode pendidikan intelektual anak.
Metode bukan lah sistem. Jika pendidikan dianggap sebagai sistem maka otomatis pendekatannya akan sangat objektif dan mekanis. Proses ini akan menafikkan anak sebagai pribadi utuh.
Objektif maksudnya Anak dianggap objek atau benda pasif, yang hanya bisa pasrah dan tidak berdaya. Diperlakukan sesuka pemilik sistem.
Mekanis maksudnya anak diperlakukan secara seragam mulai dari porsi materi hingga cara evaluasi.
Sistem pendidikan yang mekanis ini diharapkan bisa memberikan resep dan trik yang teruji yang bisa digunakan ulang oleh setiap guru dan sekolah dalam semua kasus dengan hasil yang selalu sama.
Sistem selalu dirancang untuk mempermudah kerja pengelola sistem.
Tapi sistem sama sekali tidak berpihak pada keunikan anak. Dan ini membuat sistem pendidikan sama sekali tak bisa diharapkan untuk memuliakan karakter anak.
Karena anak diukur berdasarkan standar lulus atau tidak lulus.
Penyerapan pengatahuan anak dibatasi hanya dalam bentuk nilai A,B,C,D dalam skala tertentu.
Menurut CM sistem itu baik jika diposisikan sebagai alat pendidikan, BUKAN esensi pendidikan.
Mari lihat lagi 3 pertanyaan dasar pendidikan:
1. Mengapa anak harus belajar (tujuan pendidikan)
2. Apa yang harus dipelajari anak? (Kurikulum)
3. Bagaimana cara terbaik mempelajarinya (teknis pelaksanaan)
Sistem pendidikan hanya menjawab pertanyaan "apa" dan "bagaimana". Membuatnya baku dan bisa digunakan berulang.
Sementara pertanyaan "mengapa" yang merupakan esensi dari pendidikan.
Sebuah sistem yang merupakan alat, hanya akan bisa efektif dan berhasil digunakan jika dilakukan oleh orang-orang yang paham tentang esensi pendidikan.
Jadi CM berharap orang tua bisa memandang pendidikan sebagai metode, bukan sistem.
Metode berisi :
1. Visi, yaitu tujuan akhir apa yg kita harapkan dari proses pendidikan.
2. Prinsip, panduan yang akan menuntun kita sepanjang perjalanan menuju visi.
Metode lebih lentur dan bisa disesuaikan dengan aneka kondisi.
Seperti aliran air di sungai, kadang deras,kadang lambat, kadang hanya menetes, kadang lurus kadang berbelok, namun selalu menuju ke laut, seperti itu pula orang tua melihat arah tujuannya.
Pemahaman seperti ini akan bisa membuat orang tua memanfaatkan segala situasi dari kehidupan sehari-hari sebagai kesempatan mendidik.
Proses pendidikan tak harus selalu dirancang khusus, bisa begitu mudah dan spontan.
Saat anak melakukan apapun, sedang berada dimanapun, ia tetap berada dalam proses pendidikan sepanjang waktu.
Pandangan pendidikan sebagai metode (bukan sistem) selaras dengan anak sebagai pribadi utuh.
Karena anak-anak tidak memiliki minat, gaya belajar,kapasitas belajar, dan panggilan hidup yang seragam. Setiap anak unik.
Anak adalah jiwa yang terus berproses, bertumbuh dan bertransformasi, bukan objek yang seenaknya bisa diutak atik.
Sistem pendidikan yang orientasinya adalah materilistis atau utilitarian yang mengurangi keutuhan pribadi manusia tidak akan cukup untuk anak-anak kita.
CM ingin orang tua menemukan filosofi yang menunjukkan tujuan dan cara mencapai tujuan pendidikan itu.
Menurutnya jika orang tua Menerapkan Metode pendidikan hasil tambal sulam, itu akan sangat menyedihkan. Orang tua harus teguh menggunakan satu metode yang telah dipikirkan dengan seksama.
Hasil diskusi :
Penerapan metode CM dalam mendidik anak bukan lah dengan cara yang saklek, tapi justru metode ini sangat fleksibel dan bisa diterapkan pada berbagai kondisi unik anak dan keluarga.
Visi atau tujuan pendidikan adalah memuliakan karakter anak, menjadikan anak pribadi yang magnanimous, insan kamil dan rahmatan lil alamin. Apapun cara yang dilakukan asalkan sesuai dengan prinsip, bisa digunakan.
Pendidikan berbeda dengan pengajaran
Pendidikan bertujuan untuk memuliakan karakter, menjadikan pribadi anak semakin baik.
Sementara pengajaran hanya sebatas memberikan konten ilmu pada anak.
Refleksi :
Kami sudah menjalani Homeschooling selama 10 tahun lebih. Seiring perjalanan saya dan suami semakin bertumbuh dan semakin menemukan visi pendidikan keluarga kami.
Visi pendidikan dalam keluarga kami adalah anak-anak bertumbuh sebagai pribadi yang tauhidnya kuat, bisa menemukan potensi terbaiknya dan menjadi pribadi insan kamil yang menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Walaupun dalam perjalanan keseharian kami masih terseok, merasa 10 tahun berproses belum ada hasil apa2 dan kadang juga kena serangan FOMO atau insecure melihat kiri kana begini begitu.
Tapi saat tersadar insyaallah kami kembali rileks dan optimis.
0 Komentar